Foto: Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia (IMMH UI). |
LintasPortal.com - Dukungan kepada KPU RI untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terkait putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk menunda Pemilu 2024 semakin deras.
Terakhir, Komisi II DPR RI turut memberikan dukungan kepada KPU RI. Hal tersebut, nampak dari salah satu poin kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II bersama KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kemendagri, Rabu (15/3) silam.
Pandangan berbeda disampaikan oleh Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia (IMMH UI). Pihaknya menyebut langkah KPU dalam mengajukan banding kurang tepat.
"Berdasarkan hasil kajian yang telah kami lakukan, putusan nomor 757/pdt.G/2022/PNJkt.Pst itu bisa kami katakan batal demi hukum. Mengingat kompetensi absolut Pengadilan Negeri dan sifat putusan itu sendiri," kata Ketua Umum IMMH UI kepada pewarta, Senin (20/3/2022).
Mengutip dari hasil kajian yang telah dipublikasikan melalui laman sosial media milik IMMH UI, setidaknya terdapat 3 argumentasi utama yang digunakan.
Di antaranya adalah yang pertama, IMMH UI menilai kami putusan PN Jakarta Pusat itu telah melampaui kewenangan dan kompetensinya dalam mengadili suatu perkara (Ultra Vires), hal ini dapat terjadi bila mencermati objek gugatan yang dilayangkan oleh Partai Prima mengenai sengketa proses pemilu, sehingga menjadi tidak tepat bilamana diproses dan diputuskan oleh Pengadilan Negeri.
"Kita ketahui bersama pasal 466 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum telah menyebutkan bahwa sengketa proses pemilu adalah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota, kemudian dalam pasal 467 UU Nomor 7 Tahun 2017 juga menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa poses pemilu merupakan kewenangan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) sesuai dengan tingkatanya," isi dalam hasil kajian tersebut.
"Dalam amar putusan majelis hakim terdapat kekeliruan, menengok kembali bahwa salah satu karakteristik adanya perkara perdata PMH hanya berlaku bagi pihak yang berperkara dan pihak ketiga (bila ada), sehingga dalam putusan perkara perdata PMH tidak boleh bersifat mengikat secara umum (erga omnes), lebih jauh lagi sampai menunda adanya agenda negara. Maka sudah jelas amar putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst sulit untuk dilaksanakan/diterapkan (non-executable)," sambung poin berikutnya.
Ketiga, IMMH menyebut jika dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum dalam BAB XIV UU pasal 431 & 432 hanya menyebutkan adanya pemilu lanjutan dan pemilu susulan.
Alfredo melanjutkan, pihaknya mendorong kepada pihak KPU RI untuk tetap fokus melanjutkan proses tahapan penyelenggaraan pemilihan umum yang sedang berlangsung.
Pihaknya berharap kepada KPU untuk tidak mengindahkan dan melakukan upaya hukum apapun dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang penundaan pemilu tersebut.
"Karena tatkala KPU mengambil langkah hukum banding, hal tersebut sama saja dengan ‘mengafirmasi’ putusan PN Jakarta Pusat yang sudah sepatutnya ‘batal demi hukum’," tukas pria yang akrab disapa Manno itu. (LP2/*)