Tjutjuk Supariono (Dok/Pri) |
LintasPortal.com - Saat ini, Pemkot Surabaya tengah menyiapkan Kader Buser Surabaya Hebat yang akan bertugas di setiap lingkungan RT. Dari sekitar 45 ribu kader di Kota Surabaya, 28 ribu di antaranya akan dipilih untuk menjadi kesatuan Buser Surabaya Hebat. Dengan adanya kebijakan ini, Tjutjuk Supariono selaku Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyayangkan adanya pemangkasan kader kesehatan, sebab tidak ada kejelasan terkait nasib kader kesehatan yang tidak terpilih menjadi buser hebat.
“Mayoritas kader kesehatan ini adalah perempuan, ibu rumah tangga, dan sudah berumur. Kami sangat mengapresiasi kerja keras dan gotong royong para kader kesehatan. Oleh sebab itu, pada pembahasan APBD 2022 digedog kenaikan insentif bagi para kader, yang sebelumnya 28 ribu menjadi 400 ribu. Ini sebagai bentuk penghargaan atas jasa dan tenaga mereka dalam upaya mengatasi permasalahan di Surabaya. Lah kalo habis dinaikkan insentifnya, terus kadernya dipangkas ini gimana?” ujar Tjutjuk.
“Kemudian, untuk para kader kesehatan yang tidak mendapat SK Kader Surabaya Hebat, dikatakan bahwa mereka nantinya akan mendapat uang transport dan apresiasi. Tapi nominalnya berapa juga tidak ada kejelasan. Bagaimana tupoksi bagi para kader yang tidak dapat SK? Hal ini mencerminkan bahwa sosialisasi terkait perubahan skema kader belum berjalan di lapangan. Saya mendorong agar pemkot dapat melakukan sosialisasi agar tidak menimbulkan keresahan dari para kader” tambah Tjutjuk.
Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya ini juga menerangkan bahwa salah dua persyaratan untuk menjadi Kader Surabaya Hebat adalah minimum lulusan SMP dan batasan umurnya maksimal 65 tahun. Nantinya, para kader ini akan bertugas mulai dari mengatasi permasalahan sosial hingga kesehatan. Padahal, kebanyakan dari para kader ini adalah ibu rumah tangga, dimana mereka juga masih harus mengurus urusan rumah tangga.
“Kalau persyaratan dan kerjanya borongan seperti ini, ini ya tidak jauh beda dengan kerja kantoran. Secara prinsip, tugas kader itu membantu meringankan tugas pemkot dalam menyelesaikan permasalahan, bukan bekerja untuk pemkot. Kader ini adalah pekerjaan sosial” tutur Tjutjuk.
“Banyak teman-teman kader yang setelah mendapat kenaikan insentif ini kemudian nyicil untuk beli HP. Meskipun banyak yang gaptek, mereka meluangkan waktu untuk belajar, karena pendataan yang dilakukan kader ini mekanismenya menggunakan Aplikasi Sayang Warga. Tapi sekarang malah dipangkas. Saya mendorong pemkot untuk mengkaji ulang kebijakan ini, sebab masih banyak aspek yang belum jelas. Selain itu, saya juga mengusulkan bagi warga non-ktp Surabaya yang tinggal di kompleks militer seperti kodam dapat diajukan sebagai kader untuk efisiensi tugas” tutup Tjutjuk. (*)